Kitab Suci Bernama Skripsi.

30 Januari 2013 3 comments


Masuk ke lorong semester 8, semuanya mulai berpendar tak lagi seirama. Mahasiswa-mahasiwa yang mulai “professional (?)” di dunianya, yang terjebak dalam naungan semester tua kini disibukkan dengan berbagai aktivitas biasa namun tidak biasa, apalagi di program studi tempat saya terdampar. Segala sesuatu yang berbau dengan survey lapangan mulai hari ini bukan lagi perihal yang diurus secara kolektif. Hari ini kita bekerja dengan tangan, kaki dan semua kemampuannya sendiri. Tak ada lagi namanya kelompok, hari ini mahasiswa yang baru boleh mengemban beban akhir perkuliahan dipaksa menjadi manusia individualis, bekerja dan berusaha untuk mencapai gelar nya sendiri.

Ramai dibicarakan, ramai dihujat, ramai dipandang sinis, ramai pula dijadikan bahan diskusi. Bagi para laskar sarjana, siapa yang tak kenal dengan skripsi? Satu “kitab suci” bagi mereka yang menempuh jenjang pendidikan strata 1 dalam civitas akademika.  Kenapa kitab suci? Karena masing-masing dari kita bertaruh atas nama yang satu ini untuk sampai ke tujuan akhir kita, sarjana.

Mungkin sulitnya Sun Go Kong mencari kitab suci ke barat hampir sama dengan perjuangan para laskar sarjana yang mencari makna dari kitab suci yang dibuatnya sendiri. Jungkir balik atur jadwal bimbingan, fokus dan lokus penelitian berubah secara sebelah tangan, hampir opname karena kejar revisian, sakit kepala dengan tanggungan SKS, perbaikan nilai matakuliah yang hasilnya malah sebuah penghancuran nilai, lupa bayar uang pangkal pendidikan, denda perpustakaan belum dibayar, beasiswa yang selalu gagal, belum lagi hal lain yang kalau dipikir bisa bikin gila.

Tapi tentu saja ini adalah dunia mahasiswa, siswa yang dituntut menjadi “maha”. Hari ini, mahasiswa angkatan 2009 seperti saya, khususnya di fakultas teknik kampus kerakyatan, baru saja dibukakan pintu menuju dunia skripsi, padahal apa itu skripsi, apa arti sebenarnya,  darimana asal katanya, dan kenapa harus disebut skripsi saja saya belum terlalu tau. Sebagian dari kami ada yang optimis, adapula yang pesimis, ada yang suka kismis, atau suka makanan yang manis-manis (lupakan).

Bab 1, bab 2, bab 3, mungkin bukan sebuah masalah yang terlalu berat, tapi setelah masuk bab 4, bab 5, bab 6, maka banyak yang bilang, "hidup sebetulnya jauh lebih indah tanpa memikirkannya". Tapi tentu saja kembali lagi kepada masing-masing dari kita. 

8 SKS dalam sekali tempuh, bukan sesuatu yang bisa dipermainkan dalam pengerjaannya. Tapi terlepas dari apa yang selalu diberitakan (dan biasanya negative), tak ada salahnya jika kita memulainya dengan berbaik sangka dengan segala tahapan yang ada di dalam penyusunan “kitab suci” ini. Bukan menyepelekan tapi menganggapnya mudah, karena saya percaya, sesuatu yang sudah kita judge susah, payah, sulit, njelimet, maka akan berpengaruh terhadap apa yang akan kita lakukan kedepannya, kita terpenjara dengan “kepayahan” yang kita buat sendiri.

Satu petuah yang selalu saya ingat dalam penyusunan kita suci ini adalah “cintai dulu penelitianmu, maka kemudahan akan bersamamu”, entah benar atau tidak, mari kita buktikan.

Sebagai penutup, ini baru “permulaan yang lain”, masih banyak ujian (hidup) yang tak sebanding dengan yang satu ini. 

Selamat berjuang para laskar sarjana, selamat berjumpa di panggung wisuda! 


"HIDUP MAHASISWA INDONESIA, HIDUP MAHASISWA GADJAH MADA!!"

3 comments:

putu sriastuti mengatakan...

duh baca potingan ini aja berasa baca komik horor :|

adina madine mengatakan...

8 sks... enak ya... di FKT 4 sks

Ardian Fauzi Pahma mengatakan...

doakan aku,Sun Go Kong. Sekarang aku sedang menempuh perjalanan menemukan kitab suci itu.

Posting Komentar