http://icalanakbaik.files.wordpress.com |
Pemuda tua itu adalah saya bersama dengan semua
pemuda-pemudi yang kebetulan lahir direntang tahun 1989-1992 dan sempat
merasakan masa kanak-kanaknya di sekitaran tahun 1995 hingga akhir 1999. Saat
semuanya belum terlalu begitu hiruk pikuk, sisi-sisi kota masih mau bersahabat
dengan para pejalan kaki dan pengguna transportasi gowes. Ada banyak kegiatan
yang selalu bisa mempertemukan tawa diantara kami anak kecil diwaktu itu yang
selalu rindu bermain. Tidak perlu
merogoh kocek yang terlalu dalam untuk bisa membuat kami senang dan bisa
tertawa sepuasnya. Hanya perlu setumpuk karet gelang, atau satu buah layangan,
atau beberapa buah kelereng, atau bahkan bambu untuk membuat kita bisa menjadi
sedikit lebih tinggi. Banyak sekali permainan tradisional yang membuat anak
kecil waktu itu bisa menciptakan dunia baru bersama-sama dengan teman-teman
akrabnya, bukan menciptakan dunia permainan yang baru untuk anak per anak saja.
Ada banyak sekali permainan –permainan tradisional yang
mungkin sudah usang ditelan majunya teknologi peradaban. Masa kecil anak-anak
perkotaan yang tumbuh dengan perangkat-perangkat serba modern mungkin tidak
sempat berkenalan dengan permainan-permainan mengasyikan ini. Sedihnya hari ini
adalah dimana masa anak-anak sudah jarang sekali diperkenalkan dengan permainan
dari budaya asli negaranya. Lomba-lomba balap karung itu sudah berganti menjadi
tempat-tempat rental perangkat permainan modern nan canggih, permainan bola
kaki dan kelereng sudah berpindah pada gadget
portable yang lebih mudah memberi kesenangan dimana saja.
Jika kita coba telisik, salah satu faktor yang turut
membantu percepatan punahnya permainan tradisional ini adalah karena semakin
hilangnya lahan-lahan terbuka (lapangan) yang biasa dijadikan tempat bermain
dan berkreasi anak-anak mungil penerus bangsa. Gencarnya arus pembangunan, membuat masyarakat dibawahnya terpaksa "mengangguk" untuk setiap alih fungsi lahan yang ada disekitarnya. Akibatnya orang tua kebingungan
untuk memberi asupan hiburan dan permainan untuk buah hatinya. Anak-anak sama
bingungnya dengan orang tua, di masa-masa kanak-kanak yang merupakan masanya
bermain, berdiam diri merupakan suatu kesulitan yang luar biasa bagi mereka. Lahan
terbuka, selain sebagai area resapan air hujan yang baik juga merupakan faktor
kunci lestarinya permainan-permainan yang menurut sebagian orang sudah usang
ini, disamping itu pula adanya lapangan sebagai ruang publik mampu mendorong
dan menciptakan kreativitas yang ada dalam lingkungan tersebut. Dari miskinnya
lahan bermain yang tersedia maka akhirnya mereka mencari pilihan permainan yang
lain, tentu saja dalam hal ini adalah rental-rental perangkat game yang
modern.
Sudah terlalu banyak lahan-lahan milik masyarakat yang
berubah menjadi tumpukan perkerasan semen dan pasir. Di salah satu kota besar
tanah air, pernah saya dapati ada beberapa anak-anak mungil yang masih
penasaran bermain bola dan kelereng sampai-sampai harus memakai lahan basement parkir bangunan komersil, main
kucing-kucingan dengan penjaganya, walaupun mereka tetap tertawa karena ulahnya,
namun tentu hal ini merupakan sesuatu yang memprihatinkan.
Seandainya kita bisa pertahankan beberapa lahan di perkotaan
untuk dijadikan lapangan sebagai ruang khalayak, memberi fasilitas untuk saling
berinteraksi secara nyata, maka selain ikut membantu melestarikan permainan
tradisional yang hampir punah dan terasingkan, kita juga berharap dapat meredam
sifat-sifat individualisme masyarakat, sehingga dalam satu lingkungan tersebut
masyarakat yang ada didalamnya bisa saling kenal saling paham dan saling
memiliki agar dapat tercipta lingkungan yang guyub.
Permainan tradisional menjadi usang karena generasi
penerusnya sudah lama sekali melupakannya, sudah waktunya kita kampanyekan
kembali permainan-permainan klasik khas nusantara yang pernah memperindah
hari-hari muda kita dahulu.
0 comments:
Posting Komentar