Sustainable Development Melalui Good Governance #1

29 Februari 2012 0 comments


Sustainable Development
Istilah Sustainable Development dewasa ini sedang populer dan menjadi buah bibir di kalangan perencana (planner) dan para pemerhati kota. Keberlanjutan (sustainable) sendiri merupakan kata yang dipupulerkan oleh Wolrd Commission on Environment and Development pada laporan 1987-nya “Our Common Future” dan oleh Earth Summit di Rio de Janeiro tahun 1992. Keberlanjutan ini memiliki kaitan yang erat dan saling berhubungan antara kesehatan budaya, social, ekonomi, politik dan lingkungan dalam jangka panjang (Eko Budihardjo, 2009).


Pembangunan berkelanjutan sendiri dapat diartikan sebagai pembangunan yang berorientasi pada masa yang akan datang, tanpa mengurangi efektifitas dan efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan kita saat ini. Pembangunan Berkelanjutan lebih mengedepankan dalam pembangunan yang ramah lingkungan (ekologis), walaupun didalamnya tidak melulu tentang ekologi lingkungan. Pembangunan Berkelanjutan memiliki visi untuk dapat mensinergiskan beberapa aspek penting yang terdapat dalam perkembangan suatu kota, antara lain, spasial, social, ekonomi, politik, budaya dan lingkungan alam. Konsep Pembangunan Berkelanjutan ini Nampak jelas sebagai bentuk kekhawatiran para penggiat-penggiat kota yang sadar akan keterpurukan pembangunan yang hanya berorientasi pada penggunaan sumberdaya alam untuk kurun waktu jangka pendek saja, ekploitasi sumber daya (khususnya alam) secara besar-besaran. Revolusi industri yang terjadi di akhir abad 18, ternyata memberi dampak yang cukup menakutkan, yaitu kebiasaan mengeksploitasi sumberdaya alam tanpa dikendalikan dengan benar, yang akan berakibat langsung pada penurunan kualitas lingkungan hidup, yang dapat menyebabkan degradasi lingkungan, berbagai becana alam, dan terancamnya generasi yang akan datang akan sumberdaya alam yang tersedia.
Karena Pembangunan Berkelanjutan tidak hanya menyoroti tentang aspek lingkungan alam saja, maka begitu pula dengan aspek yang lainnya seperti, penggunaan lahan yang mulai dikuasai oleh developer yang tentu saja berkaitan dengan aspek ekonomi dan politik. Revolusi industry yang menyebabkan adanya permintaan kota satelit sebagai penampung tempat tinggal bagi pekerja industry ternyata semakin disalah-artikan. Melihat semakin menjanjikannya bisnis akan lahan, maka developer mulai mengibarkan sayapnya pada bisnis property, tidak salah memang bergelut pada bisnis ini, namun yang disayangkan adalah karena dalam perencanaan dan tahap pembangunannya banyak yang tidak mengindahkan fungsi-fungsi kota sebagaimana mestinya. Paham ekonomi yang selalu mencari keuntungan sebanyak banyaknya, ternyata malah dapat melunturkan “kesehatan” kota itu sendiri.  Bangunan-bangunan kota yang memiliki nilai budaya dan historis yang tak terhingga menjadi sasaran empuk para pengembang (developer) untuk memperkaya dirinya. Kebijakan-kebijakan yang berkaitan langsung dengan pembangunan wajah kota semakin melorot saja, tidak ada ketegasan.
Permainan politik para pemilik kepentingan tidak berdampak baik pada kelangsungan kehidupan kota, peraturan yang sudah jelas-jelas disahkan dapat dengan mudah dirubah, rencana bukan dari bawah (masyarakat), namun dari para penguasa yang berimbas pada tidak diterimanya recana-rencana yang dibuat itu oleh masyarakat. Dengan semakin gencarnya pembangunan yang bersifat monoton, tidak memiliki warna kota, hilangnya budaya dan keguyuban masyarakat, maka akan berakibat buruk pada aktifitas sosialnya, open space dan public space yang mulai sulit untuk ditemukan, ternyata bertampak pada mental psikologis warga kotanya. Masyarakat tidak merasa sedang berada di kota mereka sendiri, tidak punya rasa memiliki akan kota mereka. Hal ini yang menggelisahkan para planner, tanpa adanya ketegasan dan batasan maka pembangunan yang diharapkan segenap penduduk kota (stake holder, decision maker, dll) hanya tinggal harapan saja, dan mulai menjadi kota penderitaan (miseropolis), oleh karena itu, perlu adanya suatu konsep baru yang dapat menjembatani aspek-aspek penting pembentuk wajah kota tersebut, maka, konsep Sustainable Development-lah yang dirasa mampu menjawab semua kesemrawutan yang tengah berlangsung ini.
Seperti yang sudah diramalkan oleh Doxiadis, bahwa kota-kota akan terus tumbuh dan berkembang semakin besar, semakin luas dan sulit dikendalikan.
Polis (kota) akan menjadi metropolis (kota raya), kemudian menjadi megapolis (kota mega), kemudian menjadi ecumenopolis (kota dunia), dan apabila  dibiarkan tanpa adanya perencanaan yang baik dan matang akan menjadi necropolis (kota mati). Oleh sebab itu perencanaan dan pembangunan yang berkelanjutan, dan berorientasi pada masa depan diharapkan mampu menghindarkan perkembangan dan pertumbuhan kota-kota ke arah necropolis.

#bersambung

0 comments:

Posting Komentar