(baca Sebuah Pemikiran (2))
Kemudahan dan berkembangnya teknologi secara pesat tampa diimbangi difusi agama didalamnya belakangan malah membuat umat terlalu terlena dengan dunia. Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi membuat umat malas dan berfikir menjadi serba instan, hal ini sebenarnya salah satu yang menjadi dasar munculnya atheisme. Tuhan dianggap sudah hilang, mati, tidak lagi eksis dalam kehidupan manusia dikarenakan manusia sudah amat bergantung dengan teknologi, sedangkan teknologi memberikan apapun yang mereka mau. Kemudahan berkendara, kemudahan komunikasi, kemudahan dalam berperang, merupakan beberapa contohnya.
Hal lain juga yang patut kita telisik adalah dengan sekulerisme, pikiran kita di doktrin bahwa umat beragama, dalam hal ini adalah Islam sangat dekat dengan terorisme, paham-paham dan pemikiran semacam ini sedang subur berkembang di tanah air, pertama-tama adalah dengan menanamkan pandangan sinisme terhadap sesame pemeluk agama, banyak umat muslim yang ternyata malah risih dengan beberapa orang umat muslim lain yang mempraktekan kehidupan Bergama yang sesuai dengan apa yg disyariatkan. Mereka risih saat melihat laki-laki yang memelihara janggut dan menyuburkannya, risih dengan kening yang menghitam karena sujud, risih dengan wanita yang memanjangkan kerudungnya hingga menutupi dada, risih dengan mereka yang memakai baju gamis, atau bahkan risih dengan dakwah yang intinya adalah menasehati dalam hal kebaikan. Walaupun termasuk dalam umat muslim, namun dalam pandangan orang semacam ini, mereka menganggapnya ini adalah Islam radikal, aliran keras, dan berbagai sebutan semacamnya. Maka akibat dari persepsi ini, masyarakat jadi takut untuk mendalami agama, atau bahkan takut beragama sama sekali karena takut dianggap teroris.Oleh karena itu umat seharusnya berhati-hati, jika kita sudah berfikiran semacam ini, jangan-jangan kita sudah tertular virus-virus sekularisme?
Akibat dari sekularisme juga berdampak pada hilangnya
semangat memperjuangkan Islam dalam jihad fii sabilillah. Jihad fii sabilillah,
atau berjihad di jalan Allah kini lebih dianggap sebagai kata-kata perang
angkat senjata, perang yang menebar kekejaman. Sedangkan hari ini kondisi umat
muslim bagaikan buah simalakama, di satu sisi mereka yang menyuarakan untuk
berperang dengan angkat senjata memiliki tujuan yang jelas, yaitu surga, namun
dengan cara yang salah, umat pada golongan ini mengedepankan sifat egoism dalam
beragama dan juga over-sensitif, sedikit saja ada gesekan dengan orang-orang
yang dianggap kafir, mereka akan bergejolak, oleh karena itu banyak timbul aksi
terror bom yang tidak jelas sasaran dan tujuannya. Sebagian umat yang lain,
memilih diam saja, masa bodoh dengan perkembangan dan kehidupan beragama dan
sibuk memantaskan diri untuk dunia, golongan yang mengikuti mainstream arus kehidupan.
Merujuk pada pemikiran Aang Efha tentang pledoinya terhadap
Syetan, nampaknya apa yang dicita-citakan oleh syetan untuk membawa
sebanyak-banyak manusia menuju lembah neraka semakin jelas. Mereka membisikan
untuk cinta dunia, memupuk harta, mengajak untuk hidup kenyang di dunia.
Disamping itu pula kecerdasan syetan untuk menggeser niat seorang muslimin
dalam melakukan ibadah kepada Allah-pun ternyata membawa dampak yang cukup
nyata. Mereka yang jihad digeserkan niat dan cara-caranya, mereka yang shalat
dikacaukan pikirannya, mereka yang sedekah diajak untuk memamerkannya, mereka
yang berhijab diajak melukapan syariatnya, dan mereka yang remaja dikaburkan
pikirannya sehingga membuat segala maksiat terasa indah dan biasa saja, begitu
juga dengan hal-hal lainnya. Namun walaupun demikian, kita tidak bisa selalu
menyalahkan syetan, karena tetaplah manusia yang mengeksekusi jalannya
perbuatan, sedangkan syetan, tak lain hanyalah mengajak “calon temannya” itu.
bersambung...
0 comments:
Posting Komentar