Pak Pos.

26 Juli 2011 0 comments

Siang hari ini cukup panas jika dibandingkan dengan beberapa hari kebelakang di kota kecil yang punya nama Tasikmalaya ini, sudah hampir seminggu saya berada disini, setelah beberapa waktu yang lalu sempat melihat-lihat tata kota di negara tetangga, rasanya sangat jauh sekali berbeda memang, bentuk bangunannya, kondisi jalannya, penataan kotanya, huniannya, dan beberapa hal lainya. "hmmm, ya sudahlah, mungkin saja Indonesia sedang berbenah", pikir saya, Masih di hari ini, Selasa, 26 Juli 2011, sempat pula saya baca berita tentang "panasnya" hubungan antara Gubernur Jawa Tengah dengan Walikota Solo, tentang pembebasan tanah, investor, politik, uang, dan semacamnya. Walikota Solo yang beranggapan pemerintah adalah "pelayan rakyat" pemerintah harusnya lebih melihat ekonomi rakyat sehingga kesejahteraan kota dapat dicapai, semua ada aturannya. Sedangkan Gubernur Jawa Tengah ternyata kurang melihat polemik yang terjadi di kota batik itu, walaupun tujuannya sama, yaitu demi terciptanya pembangunan Jawa Tengah, khususnya Solo yang lebih baik.

hahaha, lupakan masalah Solo, sebetulnya di postingan saya kali ini niatnya cuma sharing saja, kebetulan baru saja ada beberapa pencerahan sekaligus bahan renungan. Pak Pos, pengantar surat, dokumen ataupun barang ini ternyata ada baiknya untuk kita contoh, kenapa? bayangkan saja dari pagi sampai sore beliau harus mengirimkan surat ke setiap alamat yang tertera di paket, belum tentu ia tau jalan nya, belum lagi jika alamatnya salah atau mungkin terlalu jauh, walaupun itu memang pekerjaannya namun beliau ikhlas dan amanah dalam menjalankannya, bayangkan saja jika semua pengantar surat (pak pos) bermalas-malasan atau mungkin menganggap semua paket yang dititipkan padanya itu adalah miliknya? tentu sampai kapanpun surat-surat itu takkan sampai ke tujuannya.

Indonesia, negara yang kaya, makmur akan sumber daya alamnya, negara dengan populasi penduduk yang menempati peringkat ke-4 dunia masih saja banyak masalah yang perlu dihadapinya, terlebih lagi, korupsi, pemerintah, pelaku politik, pemilik kepentingan, semuanya sekarang seakan mempunyai stigma bahwa korupsi itu halal, menganggap biasa saja dan lumrah. Dari sini, mengapa kita tidak melihat dari pekerjaan pak pos tadi? bekerja sebagaimana mestinya, melayani masyarakat, tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya. Kita, baik diri sendiri maupun para pemilik jabatan, seharusnya dapat menjadikan hal ini sebagai bahan renungan, untuk apa semua gelar dan jabatan yang kita miliki? Untuk siapa? Bukankah dengan bermanfaat bagi orang lain, kita akan lebih berguna? dan nama, gelar dan jabatan kita akan lebih bermakna?

0 comments:

Posting Komentar