11 tahun yang lalu.

29 November 2012 2 comments

Hampir seminggu melarikan diri dari perantauan, mencari udara segar, ternyata terlalu segar, disini dinginnya berlebihan, atau entah karena sudah terbiasa dengan udara yang hangat. Jalanan kota masih sama seperti pertama kali saya kenal kota ini, kurang lebih 11 tahun lalu. kota yang lebih senang menghabiskan harinya dibawa teduhnya awan belakangan ini, makin romantis saja untuk mengingatkan saya dengan kenangan saat masih jadi bocah ingusan. Ya, ini tentang cerita yang tidak mungkin saya lupa.


Dulu, sekolah di pinggir rumah saya ini belum jadi SBI, masih belum padu, masih egois dengan kompleksnya sendiri-sendiri. Karena lokasi sekolah yang terlalu dekat ini, yah, mungkin membuat saya jadi terlalu santai, ibaratnya, "kepeleset dikit juga nyampe". Bukan hal yg cukup aneh, kalau sudah masuk jam istirahat saya malah habiskan waktu di rumah, bukan di kompleks sekolah, lagipula apa bedanya? Ada pula teman saya, kerjanya berantem melulu dengan anak dari kompleks sebelah saat jam istirahat. Mungkin diotaknya saat itu adalah bagaimana caranya untuk bisa menerapkan jurus2 Tekken dalam kehidupannya. Yah, siapa yang tahu? Bisa saja. Pekerjaan rumah yang ketinggalan juga bukan jadi masalah yang cukup serius untuk dihadapi anak seusia saya saat itu. tinggal lari 5 menit ke rumah, panjat pagar sedikit, dan foila! buku PR sukses dikumpulkan, membuat iri beberapa murid yang lain.

Waktu itu cayaha matahari cukup sayu, tidak cepat membuat keringat ganas merambat membasahi pakaian. Sudah rutin dalam 1 bulan anak-anak sekolah saya untuk olah raga renang di salah satu tempat renang kenamaan di kota ini, dan tentu saja sebagai murid yang budiman saya ikut serta. Tiba di lokasi renang, anak-anak sekolah bak kesurupan melihat pemandangan yang tidak biasa mereka temukan di sekolah, di otak kami saat itu, tempat renang adalah dunia-fantasi-mini kami, dimana setiap titik air yang berhimpun dalam satu kolam adalah wahananya. Senang. Riang. Dan berlebihan.

Waterboom adalah salah satu nama wahana yang membuat mata dari setiap kami berbinar kala mendengarnya. Keren saja mendengarnya. Setelah jam wajib olah raga selesai, biasanya pak guru memberikan kesempatan pada anak muridnya untuk menikmati permainan dan pemandangan di sekitar kompleks kolam renang. Tentu saja saya dan beberapa teman saya langsung menuju wahana yang membuat mata kami tak mau berhenti berbinar ini.

Duduk diposisi terakhir, petugas penjaga waterboom memberikan instruksi kepada kami untuk begini dan begitu. Kami angguk-angguk saja, tak terlalu peduli yang penting kami bisa segera meluncur di dalam pipa-pipa melingkar itu. Ngeri awalnya, ternyata tetap ngeri setelahnya. Tak terasa saya dan beberapa teman saya sudah meluncur, karena tak puas dengan kecepatan yang mirip keong, saya rebahkan badan saya lebih rendah, ternyata asik juga, kecepatan bertambah. Tikungan pertama lancar, begitu pula dengan tikungan berikutnya, tapi entah karena daya luncur yang saya hasilkan terlalu cepat, di tikungan terakhir saya gagal mengeksekusinya dengan baik. saat itu, dunia langsung gelap.

Saat lampu sudah dinyalakan, dunia sudah bisa kembali terlihat. Seperti artis saja, orang-orang berhimpun mengelilingi saya, bukannya minta tanda tangan dan foto bareng, mereka malah menanyakan keadaan saya. Baiklah, pemikiran saya berlebihan, wajar bocah ingusan. Ternyata ada yang sobek, tepat dibawah garis bibir, sebelah kiri. Tidak terlalu besar memang, tapi cukuplah untuk memasukan paku beton. Saya panik, teman saya panik, pak guru panik, petugas panik dan saya langsung joget poco-poco. Abaikan. Karena petugas penjaga wahana panik, dan mungkin belum mengerti tentang tata cara P3K, tanpa pikir panjang, untuk menghentikan pendarahan dan mempercepat menutupnya luka, tetiba saja mereka menempelkan kapas di mulut saya, mulut bagian luar dan dalam. Dingin rasanya, hambar pula. tapi ada bau yang sudah saya kenal sejak lama, bau ini seperti bau di rumah sakit, atau di tempat praktek-praktek dokter, bau dari cairan bening yang biasanya dijual dalam botol plastik kecil, dan bertuliskan Alkohol 70%. Dan, tebakan saya benar.

Pendarahan berhenti, luka sudah tidak terlalu nyeri lagi. Dan saya riang kembali. Karena belum tau efek dari penanganan petugas wahana yang bar-bar ini, entah kenapa dunia jadi begitu ringan. Semuanya berputar seiringan jarum jam, berjalan lurus saja susahnya bukan main. Ada yang aneh. Mungkin kelelahan. 

Sore, jam 5. Sesampai dirumah langsung rebahan, menuju tempat tidur yang bukan main nyamannya. Tidur, lelap. Dan saya baru terbangun lagi jam 5 pagi. Tak pernah terbayangkan, saya pernah mengalahkan para pemabuk jalanan yang hanya mampu menenggak minuman paling-paling 20-30% alkohol saja. saya, bisa sampai 70%, dan saya trauma baik dengan wahananya, juga dengan alkoholnya.

Tapi jika dibalikan lagi waktunya sesaat sebelum menaiki wahana, ternyata saya ingat, saya lupa ucapkan BISMILLAH...





2 comments:

Unknown mengatakan...

I still remember about this moment :)

Wildan Abdurrahman mengatakan...

ahaha long time ago :D

Posting Komentar