Wajah Baru Transportasi Jakarta

17 Desember 2014 0 comments


Kebijakan menutup jalan protokol dari jalan Jenderal Sudirman-Bundaran HI-MH Thamrin hingga ke jalan Medan Merdeka Barat oleh Pemprov DKI belakangan ini banyak menuai pro maupun kontra dari berbagai kalangan. Dengan dalih tingginya angka kecelakaan lalu lintas pengguna sepeda motor di Jakarta, Pemprov DKI ingin menjadikan kawasan jalan protokol Jl. Jend Sudirman-Bundaran HI-MH Thamrin-Medan Merdeka Barat sebagai model percontohan tertib transportasi di Jakarta

Dari sosialisasi yang dilakukan oleh Dishub melalui selebaran yang dibagikan di sekitaran jalan tersebut, disebutkan bahwa pengguna kendaraan pribadi sepeda motor dilarang melintasi kawasan Jl. Jend Sudirman-Bundaran HI-MH Thamrin-Medan Merdeka Barat selama 24 jam. Artinya jalan tersebut tertutup sepanjang waktu. Kemudian para pengguna kendaraan sepeda motor yang akan mengakses kawasan tersebut baik untuk bekerja ataupun untuk kegiatan lainnya, dipersilahkan memarkirkan kendaraan roda duanya di kantong parkir yang sudah disediakan di sepanjang kawasan tersebut terlebih dahulu (antara lain, Carefour Duta Merlin, Menara BDN, Gedung Jaya, Skyline Building, Sarinah, Gedung BII, Gedung Kosgoro, Plaza Permata, Gedung Oil, Wsima Nusantara, Grand Indonesia, dan IRTI  Monas), kemudian menggunakan bus gratis sebagai moda transport publik di kawasan jalan tersebut dengan waktu tunggu kurang lebih 10-15 menit. Sedangkan pengendara motor yang tetap melintasi kawasan tersebut akan dikenakan sanksi sebesar Rp.500.000,- dan atau pencabutan izin berkendara (SIM-C) langsung di tempat.

Sementara sebagai alternatif, para pengguna kendaraan roda 2 dapat melewati jalan Dukuh Atas, Karet Pasar Baru, KH Mas Mansyur, Cideng Barat, CidengTimur, Kebon Sirih, Majapahit, dan Gadjah Mada. Atau juga dapat melewati ajaln Sutan Syahrir, KH Agus Salim, MI Ridwan Rais, Medan Merdeka Timur, Medan Merdeka Utara, Juanda, Hayam Wuruk, Menteng Raya, Cut Mutia dan Sam Ratulangi.
 
Sumber: https://twitter.com/d_parikesit
 Jika melihat dari intensitas pengguna jalan, kawasan yang direncanakan akan tertutup bagi pengendara motor tersebut merupakan jalan yang cukup vital untuk mengakses Kota Jakarta yang meliputi Jakarta Utara, Barat, Selatan dan Timur. Penutupan jalan protokol Jl. Jend Sudirman-Bundaran HI-MH Thamrin-Medan Merdeka Barat dengan panjang kurang lebih mencapai 7, 5 Km, akan menyebabkan pengalihan beban transportasi ke jalan-jalan lain. Imbas dari hal tersebut adalah kemungkinan timbulnya titik-titik kemacetan baru di jalan alternatif yang disediakan. Disamping itu, kantong-kantong parkir yang disediakan sebagai alternatif oleh Pemprov Jakarta dinilai terlalu mahal dalam menyediakan tarif parkirnya oleh para pekerja yang berrkantor di sekitaran kawasan tersebut. Terlebih lagi dengan naiknya harga BBM baru-baru ini yang juga turut berdampak kepada naiknya harga-harga barang pokok yang lain, sehingga banyak masyarakat khususnya dengan kelas ekonomi menengah kebawah yang semakin merasa terbebani dengan kebijakan tersebut.

 Disamping itu jika dilihat dari efektifitas dari alternatif yang disediakan, tempat parkir yang berjarak cukup jauh dari kantor dan ditambah harus menggunakan angkutan umum, tentunya akan berdampak pada efisiensi penggunaan waktu tempuh untuk sampai di tempat tujuan. Terlebih lagi waktu tunggu dari bus gratis yang dijadwalkan kurang lebih selama 10-15 menit, belum lagi jarak tempuh bus dan waktu untuk berjalan kaki dari shelter bus ke tempat tujuan akhir. Hal ini juga kiranya perlu dipertimbangkan untuk efektifitas waktu dan produktifitas pekerja.

Penulis sepakat bahwa kota metropolitan sebaiknya ditunjang dengan moda transportasi masal yang terintegrasi antara satu moda dengan moda yang lainnya. Penulis juga sependapat dengan pernyataan walikota Bogota bahwa “kota yang maju bukanlah tempat dimana orang miskin memiliki mobil, tapi dimana yang kaya menggunakan transportasi publik”. Namun disisi lain, kebijakan penggunaan kendaraan pribadi (dalam hal ini sepeda motor) sebaiknya dilihat terlebih dahulu dari akar masalahnya.

Upaya setiap kota dalam menyediakan dan menggiring warganya untuk mau menggunakan moda tranportasi publik yang baik, nyaman dan memadai memang perlu diapresiasi, namun kiranya perlu diingat, setiap perencanaan adalah memberikan pilihan kepada customernya, dimana dalam hal ini customernya adalah masyarakat kota. Penulis berpendapat bahwa implementasi awal dari kebijakan tersebut sebaiknya adalah, (1) penyediaan terlebih dahulu sarana dan prasarana transportasi publik yang memadai. Baik memadai dari segi ekonomi yang dapat dijangkau oleh semua kalangan, memadai dari segi kenyamanan untuk digunakan, memadai dalam efisiensi dan efektifitas waktu, dan memadai dalam segi keamanan. Jika hal pertama tersebut sudah terpenuhi, maka selanjutnya adalah (2) intervensi peraturan kepemilikan kendaraan pribadi melalui pengendalian pajak kendaraan. (3) Kemudian mengkaji ulang kemudahan pembelian kendaraan pribadi (kredit). Kemudian setelah itu, tahap terakhirnya adalah (4) pelarangan kendaraan tertentu di beberapa ruas jalan. dari ke 4 tahapan tersebut tentu harus memiliki waktu penyesuaian terlebih dahulu. Walaupun terdapat 4 tahapan yang diusulkan, penulis sadar, bahwa pada tahapan ke 3 akan menjadi polemik baru, mengingat Indonesia adalah salah satu pasar terbesar dalam mengkonsumsi kendaraan-kendaraan produk luar negeri, sehingga pasti kebijakan tersebut akan sulit terealisasi dan Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membutuhkan banyak biaya pembangunan. Namun setidaknya dalam menerapkan kebijakan perencanaan, masyarakat memiliki banyak pilihan untuk mengganti kebiasaan-kebiasaan lama nya dalam melakukan kegiatan transportasi dan juga memiliki dampak yang jauh lebih baik bagi kota maupun masyarakat itu sendiri.


0 comments:

Posting Komentar