Kebijakan menutup jalan protokol
dari jalan Jenderal Sudirman-Bundaran HI-MH Thamrin hingga ke jalan Medan
Merdeka Barat oleh Pemprov DKI belakangan ini banyak menuai pro maupun kontra
dari berbagai kalangan. Dengan dalih tingginya angka kecelakaan lalu lintas
pengguna sepeda motor di Jakarta, Pemprov DKI ingin menjadikan kawasan jalan
protokol Jl. Jend Sudirman-Bundaran HI-MH Thamrin-Medan Merdeka Barat sebagai
model percontohan tertib transportasi di Jakarta
Dari sosialisasi yang dilakukan
oleh Dishub melalui selebaran yang dibagikan di sekitaran jalan tersebut,
disebutkan bahwa pengguna kendaraan pribadi sepeda motor dilarang melintasi
kawasan Jl. Jend Sudirman-Bundaran HI-MH Thamrin-Medan Merdeka Barat selama 24
jam. Artinya jalan tersebut tertutup sepanjang waktu. Kemudian para pengguna
kendaraan sepeda motor yang akan mengakses kawasan tersebut baik untuk bekerja
ataupun untuk kegiatan lainnya, dipersilahkan memarkirkan kendaraan roda duanya
di kantong parkir yang sudah disediakan di sepanjang kawasan tersebut terlebih
dahulu (antara lain, Carefour Duta Merlin, Menara BDN, Gedung Jaya, Skyline
Building, Sarinah, Gedung BII, Gedung Kosgoro, Plaza Permata, Gedung Oil, Wsima
Nusantara, Grand Indonesia, dan IRTI
Monas), kemudian menggunakan bus gratis sebagai moda transport publik di
kawasan jalan tersebut dengan waktu tunggu kurang lebih 10-15 menit. Sedangkan
pengendara motor yang tetap melintasi kawasan tersebut akan dikenakan sanksi
sebesar Rp.500.000,- dan atau pencabutan izin berkendara (SIM-C) langsung di
tempat.
Sementara sebagai alternatif,
para pengguna kendaraan roda 2 dapat melewati jalan Dukuh Atas, Karet Pasar
Baru, KH Mas Mansyur, Cideng Barat, CidengTimur, Kebon Sirih, Majapahit, dan
Gadjah Mada. Atau juga dapat melewati ajaln Sutan Syahrir, KH Agus Salim, MI
Ridwan Rais, Medan Merdeka Timur, Medan Merdeka Utara, Juanda, Hayam Wuruk,
Menteng Raya, Cut Mutia dan Sam Ratulangi.
Sumber: https://twitter.com/d_parikesit |
Jika melihat dari intensitas pengguna
jalan, kawasan yang direncanakan akan tertutup bagi pengendara motor tersebut
merupakan jalan yang cukup vital untuk mengakses Kota Jakarta yang meliputi Jakarta
Utara, Barat, Selatan dan Timur. Penutupan jalan protokol Jl. Jend
Sudirman-Bundaran HI-MH Thamrin-Medan Merdeka Barat dengan panjang kurang lebih
mencapai 7, 5 Km, akan menyebabkan pengalihan beban transportasi ke jalan-jalan
lain. Imbas dari hal tersebut adalah kemungkinan timbulnya titik-titik
kemacetan baru di jalan alternatif yang disediakan. Disamping itu,
kantong-kantong parkir yang disediakan sebagai alternatif oleh Pemprov Jakarta dinilai
terlalu mahal dalam menyediakan tarif parkirnya oleh para pekerja yang
berrkantor di sekitaran kawasan tersebut. Terlebih lagi dengan naiknya harga
BBM baru-baru ini yang juga turut berdampak kepada naiknya harga-harga barang
pokok yang lain, sehingga banyak masyarakat khususnya dengan kelas ekonomi
menengah kebawah yang semakin merasa terbebani dengan kebijakan tersebut.
Disamping itu jika dilihat dari
efektifitas dari alternatif yang disediakan, tempat parkir yang berjarak cukup
jauh dari kantor dan ditambah harus menggunakan angkutan umum, tentunya akan berdampak
pada efisiensi penggunaan waktu tempuh untuk sampai di tempat tujuan. Terlebih
lagi waktu tunggu dari bus gratis yang dijadwalkan kurang lebih selama 10-15
menit, belum lagi jarak tempuh bus dan waktu untuk berjalan kaki dari shelter bus
ke tempat tujuan akhir. Hal ini juga kiranya perlu dipertimbangkan untuk
efektifitas waktu dan produktifitas pekerja.
Penulis sepakat bahwa kota
metropolitan sebaiknya ditunjang dengan moda transportasi masal yang
terintegrasi antara satu moda dengan moda yang lainnya. Penulis juga sependapat
dengan pernyataan walikota Bogota bahwa “kota yang maju bukanlah tempat dimana
orang miskin memiliki mobil, tapi dimana yang kaya menggunakan transportasi
publik”. Namun disisi lain, kebijakan penggunaan kendaraan pribadi (dalam hal
ini sepeda motor) sebaiknya dilihat terlebih dahulu dari akar masalahnya.
Upaya setiap kota dalam
menyediakan dan menggiring warganya untuk mau menggunakan moda tranportasi
publik yang baik, nyaman dan memadai memang perlu diapresiasi, namun kiranya
perlu diingat, setiap perencanaan adalah memberikan pilihan kepada customernya,
dimana dalam hal ini customernya adalah masyarakat kota. Penulis berpendapat
bahwa implementasi awal dari kebijakan tersebut sebaiknya adalah, (1)
penyediaan terlebih dahulu sarana dan prasarana transportasi publik yang
memadai. Baik memadai dari segi ekonomi yang dapat dijangkau oleh semua
kalangan, memadai dari segi kenyamanan untuk digunakan, memadai dalam efisiensi
dan efektifitas waktu, dan memadai dalam segi keamanan. Jika hal pertama
tersebut sudah terpenuhi, maka selanjutnya adalah (2) intervensi peraturan kepemilikan
kendaraan pribadi melalui pengendalian pajak kendaraan. (3) Kemudian mengkaji
ulang kemudahan pembelian kendaraan pribadi (kredit). Kemudian setelah itu,
tahap terakhirnya adalah (4) pelarangan kendaraan tertentu di beberapa ruas
jalan. dari ke 4 tahapan tersebut tentu harus memiliki waktu penyesuaian
terlebih dahulu. Walaupun terdapat 4 tahapan yang diusulkan, penulis sadar,
bahwa pada tahapan ke 3 akan menjadi polemik baru, mengingat Indonesia adalah
salah satu pasar terbesar dalam mengkonsumsi kendaraan-kendaraan produk luar
negeri, sehingga pasti kebijakan tersebut akan sulit terealisasi dan Indonesia
merupakan negara berkembang yang sedang membutuhkan banyak biaya pembangunan.
Namun setidaknya dalam menerapkan kebijakan perencanaan, masyarakat memiliki
banyak pilihan untuk mengganti kebiasaan-kebiasaan lama nya dalam melakukan kegiatan
transportasi dan juga memiliki dampak yang jauh lebih baik bagi kota maupun
masyarakat itu sendiri.
0 comments:
Posting Komentar